Telepon
- Vines Hersella
- Sep 9, 2018
- 2 min read
Hari itu gue lagi di Bandung, ada urusan kantor. Niatnya maleman mau jalan-jalan, nah sembari nunggu kita istirahat dulu di hotel. Cuma... wifi hotel mati dan tv kabel juga sama nggak bisa disetel. Jadi, daripada gue marah-marah, gue memutuskan untuk tidur.
Gue inget banget gue ketiduran jam 6 sore, kebangun jam 7 malem. Gue buka HP ada 2 missed call, 1 dari nomor baru 1 lagi dari Aa, ditambah 1 SMS isinya "Nes, maaf ya gue telp tiba-tiba. Kalau lagi nggak sibuk gue ingin ngobrol. Respon di sini ya, makasih Nes."
Masih setengah sadar dan tanpa pikir panjang gue langsung telepon balik. Udah 2 bulan lebih kita nggak ngobrol semenjak kejadian itu. Dan gue, meski posisinya adalah yang tersakiti, ternyata masih peduli sama dia. Yang gue pikirkan pertama kali itu cuma 1: dia lagi ada masalah keluarga.
Telepon gue diangkat setelah agak lama berdering, dari ujung sana nggak kedengeran suara apa-apa, jadi gue membuka dengan "Halo."
Yang kemudian dibalas oleh isak tangis. Kenceng banget. Gue kaget dan refleks nanya, "Kenapa? Ada apa?"
Demi Tuhan, gue takut banget ada masalah keluarga yang parah gitu.
Akhirnya dia ngomong sambil tersedu-sedu, "Gue kangen sama lu, Nes."
Gue diam. Gue nggak tau harus respon apa. Gue diam cukup lama sampe-sampe yang terdengar cuma suara tangisan dia.
Gue juga kangen.
Sejujurnya, 3 hari sebelum dia telepon, gue hampir aja chat dia karena saking nggak kuatnya rasa kangen gue sama dia. Cuma gue inget ada seseorang yang harus gue jaga hatinya. Seseorang yang gue tau akan sesakit hati apa ketika gue mencoba chat Aa. Karena kita sekarang telah bertukar posisi. Dia sekarang berada di posisi gue dulu, sebagai pacar Aa, dan gue sekarang di posisi dia dulu, sebagai bukan siapa-siapanya Aa.
Gue tau sesakit apa rasanya digituin oleh seseorang. Jadi, rasa tau akan sakit itu mengalahkan rasa kangen gue. Tapi semua pertahanan gue hancur seketika saat dia hubungi gue duluan, dan pada akhirnya terucaplah dari mulut gue, "Gue juga kangen sama lu."
Percakapan demi percakapan terjadi, lebih banyak gue yang ngomong dan dia yang nangis. Setiap kali dia ngomong, itu tuh nggak kedengeran jelas. Karena dia ngomong sambil terisak, ditambah lagi gue budeg. Lengkaplah sudah hahaha!
1 jam percakapan membahas detail perasaan masing-masing yang pada intinya bermuara pada 1 hal: kita masih saling sayang.
Tapi memang kan hubungannya nggak bisa dipaksakan. Kalau kita memutuskan untuk kembali seperti dulu, kita hanya akan membuka luka lama demi sebuah kebahagiaan sementara yang tidak ada ujungnya.
Ya sudah, percakapan ditutup setelah 1 jam pas dengan alasan gratisan gue habis wkwkwk
Dan bener aja, tagihan gue yang awalnya cuma 56ribu menjadi 136ribu.
Kampret...
Comments