Sudut Pandang

Gue bersyukur gue dikelilingi oleh orang-orang yang suportif. Dalam artian, ketika gue benar mereka membenarkan, ketika gue salah mereka menyalahkan. Nggak yang buta sampe nggak bisa melihat hal yang benar itu apa. Nggak juga memihak atau membela 100% sama gue karena gue adalah teman mereka. Hal ini begitu terasa dan terbuka saat gue mengalami kejadian patah hati kemarin.

Dari awal gue diputusin karena dia selingkuh, nggak pernah sedikitpun gue merasa dendam ataupun menganggap dia orang nggak baik, di mata gue Aa tetap baik. Boro-boro gue dendam atau benci, semua kalah oleh rasa sakit dan heran, kenapa dia bisa gitu, kenapa dia bisa tega, kenapa dia jadi orang asing di mata gue.

Dan ketika gue cerita ke teman-teman yang nggak terlalu gue kenal, pasti selalu ada respon seperti ini: "Ya udah Nes, dia orang jahat. Orang jahat biasanya dapetnya orang jahat lagi." Nah entah kenapa setiap kali gue denger kalimat itu, gue bukannya lebih tenang, gue malah merasa sangat terganggu dengan kalimat tersebut.

Akhirnya gue bilang lah sama teman-teman deket gue, orang-orang yang gue bilang sangat suportif, "Gue tuh nggak ingin mikirnya dia jahat, dia akan kena karma, orang jahat sama orang jahat lagi pasti dapetnya. Gimana kalau selama ini gue yang jahat? Gimana kalau ternyata gue sekarang ini lagi dapet karma dari perbuatan gue yang sebelumnya? Kenapa melihatnya mereka yang jahat kenapa bukan gue yang jahat dan pantes ngedapetin ini semua?"

Iya, jadi gue malah instrospeksi diri. Atau lebih tepatnya gue lebih ke menyalahkan diri sendiri sampai di titik di mana gue insecure parah dan ngerasa diri gue nggak berharga. Kaya gue pernah sempet mikirnya, "Ya Tuhan apa gue psikopat ya sampe-sampe Aa nggak kuat sama gue dan akhirnya memilih untuk selingkuh? Apa gue sejahat itu sama dia?"

Cuma untungnya teman-teman deket gue yang sangat suportif ini selalu ada di sisi gue dan mengarahkan gue ke jalan yang benar lagi. Kaya di saat gue mulai julid dan benci sama Aa atas keputusan dia, temen-temen gue berusaha bilang coba sudut pandangnya diubah, liat di posisi dia juga. Sama juga di saat gue mulai insecure dan rendah diri, temen-temen gue berusaha bilang kalau gue ini layak dan nggak seburuk yang selalu gue bayangkan.

Berikut adalah beberapa percakapan gue sama temen-temen gue yang bikin mata gue kebuka, sudut pandang gue berubah dan momen yang bikin gue ngerasa 'iya juga ya':

"Gue nggak pernah sih ngerasa ini rezeki gue dijauhin dari orang jahat. Ceweknya rezeki banget ya dapetin Aa yang baik, sabar, dan dia tuh kalau udah sayang sama orang total banget tau. Kaya dia akan kasih segala yang dia punya dari tenaga, waktu sama materi."

"Loh ya nggak gitu, gimana kalau ini justru rezeki Aa? Yang dapet cewek baik, sholeh dan dewasa. Siapa tau seumur hidupnya, cewek itu udah ngalamin sekian banyak patah hati sampe ya akhirnya dia pantes dapetin sosok Aa yang sekarang. Kita nggak akan pernah tau, Nes."

"Apa iya ya gue psikopat sampe Aa selingkuh dan ninggalin gue?"

"Psikopat apa sih?! Lu tuh cuma galak aja, nggak sampe psikopat. Lu nggak bayar pembunuh kan buat bunuh dia? Masih biasa aja lu mah."

"Gue takut dia kena karma, mending karmanya kena langsung ke dia gimana kalau kena ke anak cewenya misal? Amit-amit ya Allah."

"Ya nggak usah dipikirin segitunya juga sih. Bukan ranah lu mikirin dia segitunya. Bisa jadi yang lu alami ini sekarang juga karma dari masa lalu kan? Mau dari kesalahan lu atau kesalahan keluarga atau orang terdekat lu. Ya udah introspeksi aja. Jadi yang lebih baik aja."

Sejak saat itu gue makin sadar, ngobrol sama banyak orang, ngeliat cara pandang banyak orang, dan denger cerita orang itu bikin pikiran terbuka. Banyak kemungkinan atau pemikiran yang asalnya kita nggak tau karena kita cuma mendem hal itu sendiri. Banyak sudut pandang yang nggak kita lihat karena (lagi-lagi) kita cuma mendem dan melihat semuanya dari satu sisi saja.

Tapi satu hal yang selalu gue pegang dari dulu adalah, gue nggak pernah benci orang dari cerita orang. Gue bisa benci orang setelah gue berurusan langsung dengan dia, dan ternyata dia memang nggak cocok sama kepribadian gue.

Itulah juga kenapa gue nggak pernah benci sama ceweknya Aa, padahal gue bisa aja benci dia karena kesalahannya. Cuma entah kenapa, gue rasa nggak adil gue benci dia hanya karena dia sudah masuk ke tengah-tengah gue dan Aa. Gimana kalau dia nggak pernah maksud untuk masuk di antara kita? Gimana kalau dia bahkan nggak sadar apa yang dia lakuin itu salah? Pemikiran-pemikiran itulah yang gue jadikan dasar kenapa gue nggak seharusnya benci sama dia.

See?

Lagi-lagi ketika gue mengubah sudut pandang gue, semuanya terasa jadi lebih baik. Lebih positif. Lebih bikin tenang.

Ternyata ada satu pembelajaran lagi yang gue dapatkan dari kejadian kemarin. Selain tingkat ikhlas gue yang sudah naik level, gue juga sudah menemukan kedamaian dalam diri gue sendiri.

You literally are my best lesson, my turning point and my most wonderful mistake.

#brokenheart #love #pointofview #randomthings